BOLEHKAH DOKTER MENGAMBIL UPAH?
Kamis, 17 Oktober 2013
1
komentar
Sebuah percakapan menarik terjadi antara saya dan seorang tukang sembelih kambing. Percakapan ini terjadi setelah saya menyembelih kambing yang akan dimasak untuk acara aqiqah putri saya yang pertama, aira. Tampaknya tukang sembelih kambing ini cukup religius, kita sebut saja dia mas abdul. Saat itu ba'da magrib dan hujan cukup deras. Saya kebetulan naik motor sehingga tidak bisa langsung pulang ke rumah. Alhasil kami berdua ngaso dulu disebuah kursi yang terletak di bawah pohon, persis di sebelah kandang kambing. Sampailah pada pembicaran yang cukup "berat".
" Mas walaupun profesi seperti saya ini, menyembelih kambing, yang penting halal mas. Bahkan insya Allah banyak pahala karena membantu orang untuk melaksanakan aqiqah dan qurban." ucap mas Abdul membuka percakapan.
" Iya mas, walaupun tampak sederhana tapi berkah mas, daripada kayak pejabat-pejabat itu noh, ga tau deh berkah atau nggak hehehe"
" Ngomong-ngomong ada lho mas profesi yang ga boleh mengambil upah"
" Lha emang apa mas?" tanya saya penasaran
" Pertama adalah seorang ustadz atau dai. Tugas mereka kan menyampaikan ayat-ayat Allah dan itu adalah kewajiban semua manusia harusnya. Ga boleh dong berdakwah minta bayaran, apalagi sampai pasang tarif. Rasul dan sahabat-sahabatnya malah keluar duit untuk berdakwah."
"Hmmm...iya juga mas, saya setuju kalo itu" ucap saya sambil manggut-manggut
Kemudian mas Abdul melanjutkan argumennya,
" Kedua adalah dokter, karena yang menyembuhkan pasien hakikatnya adalah Allah, bukan si dokter. Jadi dokter ga berhak nentuin tarif. Wah apalagi udah berobat ke dokter, bayarnya mahal, ga sembuh pula"
"owhh...gitu ya mas" komentar saya singkat. Ada nada tidak setuju namun bimbang.
Saya sempet terasa "jleb" mendengar orasi mini dari mas abdul. Memang mas Abdul tidak tau profesi saya. Yang dia tau, saya hanyalah seorang pelanggan yang ingin mengaqiqahkan anak perempuan dan ingin menyembelih sendiri kambingnya. Hati kecil saya bertanya-tanya, apa iya saya tidak boleh memungut bayaran atas pasien-pasien saya? Saya 100% setuju dan yakin bahwasanya yang menyembuhkan pasien adalah Allah, sedangkan saya hanyalah perantara saja.
Tak lama hujan pun reda saya mohon pamit untuk pulang, khawatir nanti akan ada hujan lanjutan. Setelah bersalaman saya menuju motor yang terparkir di depan kandang kambing.
" Assalaamualaikum mas abdul, syukron atas bantuannya ngajarin nyembelih kambing hehehe"
" Waalaikumussalaam mas doddy, afwan, lain kali kita ngobrol lagi ya"
" Insya Allah mas" jawab saya singkat. Kemudian saya pun pulang menembus gerimis hujan yang masih tersisa sambil memikirkan percakapan singkat dengan mas Abdul tadi.
****
Menjadi muslim yang kaffah adalah kewajiban bagi seluruh manusia di muka bumi ini. Kaffah berarti 100% bukan cuma setengah-setengah, yang enak di ambil, yang ga enak ditinggalin. Termasuk dalam mencari nafkah, tentu Allah sudah mengatur dan memberi rambu-rambu mana yang halal dan mana yang haram. Insya Allah saya mencoba berhati-hati dalam urusan mencari nafkah. Jangan sampai istri dan anak di rumah, makan dari duit haram, naudzubillah min dzalik.
Oleh karena itu, saya mencari tahu, apakah seorang dokter boleh mengambil upah? Mungkin ini pertanyaan sepele, toh dari dulu para dokter berpraktek tapi tidak ada ulama atau ustadz yang melarang. Jawaban saya simpel, orang yang beramal dengan ilmu lebih mulia dari yang tanpa ilmu. Insya Allah
Berikut saya sampaikan beberapa dalil mengenai "profesi" atau kegiatan pengobatan yang ada pada zaman Rasulullah.
Mengambil upah ruqyah
Dari
Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa ada sekelompok sahabat Rasulullah
-shallallahu ‘alaihi wa sallam- dahulu berada dalam perjalanan safar,
lalu melewati suatu kampung Arab. Kala itu, mereka meminta untuk dijamu,
namun penduduk kampung tersebut enggan untuk menjamu. Penduduk kampung
tersebut lantas berkata pada para sahabat yang mampir, “Apakah di
antara kalian ada yang bisa meruqyahkarena pembesar kampung tersebut
tersengat binatang atau terserang demam.” Di antara para sahabat lantas
berkata, “Iya ada.” Lalu ia pun mendatangi pembesar tersebut dan ia meruqyahnya dengan membaca surat Al Fatihah. pembesar tersebutpun sembuh.
Lalu yang membacakan ruqyah tadi diberikan seekor kambing, namun ia
enggan menerimanya -dan disebutkan-, ia mau menerima sampai kisah tadi
diceritakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
menceritakan kisahnya tadi pada beliau. Ia berkata, “Wahai Rasulullah,
aku tidaklah meruqyah kecuali dengan membaca surat Al Fatihah.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas tersenyum dan berkata, “Bagaimana engkau bisa tahu Al Fatihah adalah ruqyah?” Beliau pun bersabda, “Ambil kambing tersebut dari mereka dan potongkan untukku sebagiannya bersama kalian.
- See more at:
http://www.arrahmah.com/news/2013/05/18/perlu-penelitian-dan-pengalaman-dalam-thibbun-nabawi-agar-jadi-obat-mujarab.html#sthash.SmL6bFMk.dpuf
"Dari Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa ada sekelompok sahabat Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dahulu berada dalam perjalanan safar, lalu melewati suatu kampung Arab. Kala itu, mereka meminta untuk dijamu, namun penduduk kampung tersebut enggan untuk menjamu. Penduduk kampung tersebut lantas berkata pada para sahabat yang mampir,
“Apakah di antara kalian ada yang bisa meruqyah karena pembesar kampung tersebut tersengat binatang atau terserang demam.” Di antara para sahabat lantas berkata, “Iya ada.” Lalu ia pun mendatangi pembesar tersebut dan ia meruqyahnya dengan membaca surat Al Fatihah. pembesar tersebutpun sembuh.
Lalu yang membacakan ruqyah tadi diberikan seekor kambing, namun ia enggan menerimanya -dan disebutkan-, ia mau menerima sampai kisah tadi diceritakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan kisahnya tadi pada beliau.
Ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidaklah meruqyah kecuali dengan membaca surat Al Fatihah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas tersenyum dan berkata, “Bagaimana engkau bisa tahu Al Fatihah adalah ruqyah?” Beliau pun bersabda, “Ambil kambing tersebut dari mereka dan potongkan untukku sebagiannya bersama kalian (HR. Bukhari no. 5736 dan Muslim no. 2201)
Imam An Nawawi berkata: "Pada hadits ini terdapat penegasan bolehnya mengambil upah dari menjampi-jampi dengan bacaan Al Fatihah dan bacaan dzikir lainnya. Upah ini halal, dan tidak makruh. Demikian juga halnya dengan upah mengajarkan Al Qur'an. Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Imam As Syafi'i, Malik, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan ulama' terdahulu lainnya. Adapun Imam Abu Hanifah melarang upah dari mengajarkan Al Qur'an dan membolehkan upah menjampi-jampi." (Syarah Shahih Muslim oleh Imam An Nawawi14/188)
Seorang ulama ahli hadits dan ahli fiqh, ibnu Qudamah berkata "Jampi-jampi (ruqyah) adalah pengobatan salah satu bentuk pengobatan, .... sedangkan pengobatan adalah pekerjaan yang halal untuk dipungut upah atasnya." (Al Mughni 8/139)
Mengambil upah bekam
Ada dua hadits mengenai permasalahan ini yang bertentangan
1. Hadits Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dia berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
ثَمَنِ الْكَلْبِ وَكَ…سْبِ الْحَجَّامِ وَكَسْبِ الْمُومِسَةِ وَعَنْ
كَسْبِ عَسْبِ الْفَحْلِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang dari hasil
penjualan anjing, upah bekam, upah zina dan penjualan sperma binatang
jantan.” (HR. Ahmad no. 7635)
Dan ada beberapa hadits lain yang semakna yang menunjukkan larangan mengambil upah bekam.
2. Hadits Anas -radhiallahu anhu-.
عَنْ حُمَيْدٍ قَالَ: سُئِلَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ عَنْ كَسْبِ
الْحَجَّامِ فَقَالَ احْتَجَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حَجَمَهُ أَبُو طَيْبَةَ فَأَمَرَ لَهُ بِصَاعَيْنِ مِنْ طَعَامٍ
“Dari Humaid dia berkata, “Anas bin Malik ditanya mengenai (upah)
tukang bekam, dia lalu menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah berbekam dan yang membekam beliau adalah Abu Thaibah,
lantas beliau memerintahkan (keluarganya) supaya memberikan kepada Abu
Thaibah dua gantang makanan.” (HR. Muslim no. 2952)
Hadits ini jelas menunjukkan bolehnya memberikan upah kepada tukang bekam dan bolehnya si tukang bekam untuk menerimanya.
Lalu bagaimana menyikapi kedua hadits yang bertentangan tersebut? Upah bekam adalah halal dan tukang bekam boleh mengambil upah dari bekam tersebut. Mari kita lihat perkataan Ibnu Abbas berikut ini
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam dan beliau memberi upah
kepada orang yang membekam beliau. Seandainya upah bekam itu haram,
tentu beliau tidak akan memberikan padanya.” (Riwayat Al-Bukhari no.
1961 -dan ini adalah lafazhnya- dan Muslim no. 2955)
Ini juga merupakan pendapat Imam An-Nawawi tatkala beliau memberikan
judul bab terhadap hadits Anas riwayat Muslim di atas: Bab Halalnya Upah
Bekam. Dan ini juga yang difatwakan oleh Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin
-rahimahullah- dalam beberapa fatwa beliau.
Adapun larangan Nabi untuk mengambil upah
bekam, maka larangan itu bersifat makruh yakni sebaiknya dia tidak
mengambil keuntungan dari bekamnya. Tapi kalau dia mengambil keuntungan
maka tidak masalah dan hukumnya halal, hanya saja dia jangan mengambil
keuntungan yang berlebihan.
Kesimpulan
Memang berbeda metode penyembuhan seorang dokter dengan kedua kisah di atas. Namun ada kesamaan yakni sakit itu datangnya dari Allah dan yang menyembuhkan adalah Allah. Sedangkan para praktisi kesehatan apapun metodenya baik itu ruqyah, bekam, obat, ataupun operasi hanyalah perantara saja. Kesembuhan tetap dari Allah.
" Dan Apabila aku sakit, maka Dialah yang menyembuhkan aku " ( Asy syu'araa 80)
Jadi seorang dokter diperbolehkan mengambil upah dari pasienya. Namun sudah sepantasnya tidak menetapkan tarif yang berlebihan dan sebaiknya membantu orang-orang yang kesulitan biaya bukan justru membebaninya. Akan lebih mulia seorang dokter tidak menentukan tarif tetapi ikhlas menerima berapapun yang diberikan pasien. Wallahu alam bisshawab
Dari
Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa ada sekelompok sahabat Rasulullah
-shallallahu ‘alaihi wa sallam- dahulu berada dalam perjalanan safar,
lalu melewati suatu kampung Arab. Kala itu, mereka meminta untuk dijamu,
namun penduduk kampung tersebut enggan untuk menjamu. Penduduk kampung
tersebut lantas berkata pada para sahabat yang mampir, “Apakah di
antara kalian ada yang bisa meruqyahkarena pembesar kampung tersebut
tersengat binatang atau terserang demam.” Di antara para sahabat lantas
berkata, “Iya ada.” Lalu ia pun mendatangi pembesar tersebut dan ia meruqyahnya dengan membaca surat Al Fatihah. pembesar tersebutpun sembuh.
Lalu yang membacakan ruqyah tadi diberikan seekor kambing, namun ia
enggan menerimanya -dan disebutkan-, ia mau menerima sampai kisah tadi
diceritakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
menceritakan kisahnya tadi pada beliau. Ia berkata, “Wahai Rasulullah,
aku tidaklah meruqyah kecuali dengan membaca surat Al Fatihah.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas tersenyum dan berkata, “Bagaimana engkau bisa tahu Al Fatihah adalah ruqyah?” Beliau pun bersabda, “Ambil kambing tersebut dari mereka dan potongkan untukku sebagiannya bersama kalian.
- See more at:
http://www.arrahmah.com/news/2013/05/18/perlu-penelitian-dan-pengalaman-dalam-thibbun-nabawi-agar-jadi-obat-mujarab.html#sthash.SmL6bFMk.dpuf
Dari
Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa ada sekelompok sahabat Rasulullah
-shallallahu ‘alaihi wa sallam- dahulu berada dalam perjalanan safar,
lalu melewati suatu kampung Arab. Kala itu, mereka meminta untuk dijamu,
namun penduduk kampung tersebut enggan untuk menjamu. Penduduk kampung
tersebut lantas berkata pada para sahabat yang mampir, “Apakah di
antara kalian ada yang bisa meruqyahkarena pembesar kampung tersebut
tersengat binatang atau terserang demam.” Di antara para sahabat lantas
berkata, “Iya ada.” Lalu ia pun mendatangi pembesar tersebut dan ia meruqyahnya dengan membaca surat Al Fatihah. pembesar tersebutpun sembuh.
Lalu yang membacakan ruqyah tadi diberikan seekor kambing, namun ia
enggan menerimanya -dan disebutkan-, ia mau menerima sampai kisah tadi
diceritakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
menceritakan kisahnya tadi pada beliau. Ia berkata, “Wahai Rasulullah,
aku tidaklah meruqyah kecuali dengan membaca surat Al Fatihah.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas tersenyum dan berkata, “Bagaimana engkau bisa tahu Al Fatihah adalah ruqyah?” Beliau pun bersabda, “Ambil kambing tersebut dari mereka dan potongkan untukku sebagiannya bersama kalian.
- See more at:
http://www.arrahmah.com/news/2013/05/18/perlu-penelitian-dan-pengalaman-dalam-thibbun-nabawi-agar-jadi-obat-mujarab.html#sthash.SmL6bFMk.dpuf
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: BOLEHKAH DOKTER MENGAMBIL UPAH?
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://doddyrizqi.blogspot.com/2013/10/bolehkah-dokter-mengambil-upah.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
1 komentar:
Maaf, kayaknya kesimpulannya :"Seorang dokter berhak menerima upah, bukan berhak MENETAPKAN TARIF." Tks.
Posting Komentar