KITA SUDAH BENAR, TAPI TETAP SALAH

Posted by Unknown Senin, 10 Desember 2012 0 komentar

Sore itu langit kepahiang tampak mendung. Perut saya sudah mengeluarkan alarm tanda minta diisi makanan, maklum, belum makan dari pagi. Alhasil saya mengajak istri saya cari makan di luar, sekalian jalan-jalan sore. Kepahiang sudah mulai musim durian, di sepanjang jalan terlihat pedagang duren yg membuka lapak di trotoar. Harga rata-rata buah durian berukuran sedang adalah 10.000 rupiah, yang agak kecil harganya 5000 rupiah. Tak lupa saya membawa handphone untuk jaga-jaga, siapa tau ada panggilan on call dari rumah sakit. Kebetulan pada hari itu saya dinas pagi merangkap siang, karena siang hari relatif sepi, biasanya dokter jaga dihubungi misalkan ada pasien baru masuk atau hal lain yang ingin ditanyakan perawat jaga.

Syukur kepada Allah subhanahu wa taala, ayam bakar dan telur puyuh bakar cukup membuat perut saya dan istri bertahan dari kelaparan. Hujan sudah mulai turun meski baru gerimis. Kami memutuskan makan di rumah saja, soalnya masih ada nasi di rice cooker. Nasi yang hangat dipadukan dengan ayam bakar rasanya menjadi kombinasi yang pas untuk menghangatkan badan, melawan udara kepahiang yang dingin. Tepat setelah selesai makan tiba-tiba handphones saya berbunyi, bunyi sms rupanya


"aslm, dok, saya perawat kamar bayi, ini ada pasien kiriman dari bidan" begitu bunyi smsnya



Isi sms yang cukup singkat namun punya kekuatan besar. Kekuatan untuk menggerakkan anggota tubuh yang malas ini untuk berganti pakaian lalu mengendarai motor menembus hujan. Siapa sih yang tak kesal kalau istirahatnya terganggu. Hujan sudah cukup lebat. Setelah mengiyakan kalau saya akan segera datang, saya mengganti pakaian lalu pamit dengan istri, saat itu pukul 18.10, sebentar lagi azan magrib.
Beruntung, walau tidak punya jas hujan, saya mempunyai jaket kulit hitam yang bisa di andalkan jika hujan. Begitu tiba di rumah sakit, saya segera berlari menuju kamar bayi.


Kamar bayi biasanya disebut ruang neonatus. Rupanya diruang neonatus saya mendapati dokter spesialis anak sudah tiba, rupanya beliau juga dihubungi. Ada bayi kembar jenis kelamin perempuan kiroman bidan, usia 7 hari,berat badan 1100 gram dan 850 gram datang dengan mencret. Bayi yang lebih besar justru lebih buruk keadaan klinisnya. Kulit sudah kering, pucat, tidak mau menangis, mata sangat cekung dan napas tinggal satu-satu. Sedangkan bayi yang lebih kecil kondisinya lebih stabil, masih mau menangis, kulit kemerahan, napas dan nadinya masih adekuat. Jelas bayi 1100 gram lebih didahulukan untuk ditolong, bayi 850 gram kami hangatkan sambil diobservasi kondisinya. Dengan peralatan seadanya kami melakukan resusitasi neonatus. Pemberian cairan intravena adalah hal terpenting dalam kasus ini. Berpacu dengan waktu kami mencari pembuluh vena si bayi, untunglah tak butuh waktu terlalu lama untuk memasang infus. Cairan ringer lactate selalu menjadi pilihan utama bila ada kasus dehidrasi di rumah sakit ini. Tanpa pikir panjang cairan infus di loss kan, dengan tujuan si bayi segera terehidrasi.

Selanjutnya kami melakukan ventilasi tekanan positif hingga pijat jantung. Tugas saya adalah memberi ventilasi tekanan positif yang dalam bahasa medis disebut bagging. Rupanya tidak cukup apa yang kami lakukan, masih harus ada sebuah tindakan lagi yang kami pandang perlu, yakni injeksi epinefrine. Obat ini harganya sangat murah, mungkin hanya 3000 rupiah, tapi yang jadi masalah adalah obat ini langka untuk kota kepahiang. Kota terdekat yang mungkin ada yaitu kota curup harus ditempuh minimal 30 menit. Sangatlah lucu obat sepenting itu tidak disediakan oleh manajemen rumah sakit sini. Untunglah dokter spesialis penyakit dalam di rumah sakit ini menyimpan obat-obatan di bangsal interna, siapa tau dibutuhkan. Akhirnya kami mengutus perawat untuk meminta epinefrine di bangsal interna, syukurlah ada, sisa satu.

Epinefrin pun mengalir melalui vena si bayi. Syukurlah denyut nadi mulai kuat, napasnya pun mulai ada tapi masih terlihat sekali bayi ini sesak. Gula darah bayi ini pun di bawah normal, kami memasukkan cairan dekstrose 40% per intravena sebanyak 2 cc. Bagging pun untuk sementara dihentikan, lumayan capek saya bagging sejak satu jam yang lalu. Kulit si bayi masih pucat, tetapi sudah tidak kering seperti pertama kali datang tadi. Usaha resusitasi + rehidrasi tadi tampaknya membuahkan hasil. Bayi yang 850 gram kondisinya masih stabil, tetapi tetap harus dipasang infus dan selang mulut. Refleks hisap kedua bayi ini masih buruk, maklum berat lahir rendah dan kurang bulan, reflek hisap yang buruk beresiko tersedak, susu bisa masuk ke paru sehingga menakibatkan kematian. Usut punya usut, kedua bayi ini sejak lahir diberi susu formula untuk bayi normal, bukan susu BBLR (bayi berat lahir rendah), wajar jika mencret kata dokter anak kami.

Ketenangan kami rupanya hanya beberapa saat, denyut nadi bayi 1100 gram mulai lemah dan napasnya mulai hilang. Kami melakukan resusitasi neonatus lagi, hingga 2 jam kami berusaha menjaga kelangsungan hidup bayi ini. Pemeriksaan lebih lanjut menyimpulkan beberapa diagnosis yakni pneumonia + kecurigaan penyakit jantung bawaan + kecurigaan sepsis. Dokter anak pun menyarankan untuk merujuk, melihat keterbatasan fasilitas dan obat di rumah sakit ini. Sementara itu saya melanjutkan pemberian oksigen via ventilasi tekanan positif, dokter anak itu mencoba meyakinkan pihak keluarga. Kebanyakan pasien memang memilih pasrah membiarkan takdir yang berkata dari pada memilih dirujuk, bahkan ada yang menolak rujukan dan memilih diobati di dukun. Bukan karena tidak percaya dengan tenaga medis tetapi mereka tidak punya uang.

Sebenarnya jika pasien menolak rujukan, keluarga pasien cukup tanda tangan di atas materai sebagai bukti penolakan rujukan. Sehingga bila terjadi hal yang tidak diinginkan pihak rumah sakit tidak bisa dituntut. Rupanya sang dokter anak tetap gigih meyakinkan pihak keluarga untuk dirujuk. Hingga sampai pecakapan yang membuat saya kaget

" Demi Allah bu, nanti saya akan bantu masalah biaya, mungkin ibu keberatan biaya ambulance, kalo pengobatan akan ditanggung jampersal!!" Kata dokter anak itu berapi-api

" Saya tidak punya uang untuk hidup di sana nanti bu dokter, saya tidak punya keluarga di bengkulu" keluh ibu si bayi kembar

" Saya akan bantu bu, yang penting bayi ibu selamat, saya tau capeknya mengandung selama 9 bulan, dirujuk ya bu, ibu ga usah khawattir masalah transportasi sama biaya hidup di bengkulu" lanjut si dokter anak.

Mungkin setalah diyakinkan oleh dokter anak ini, keluarga pasien memutuskan setuju untuk berangkat ke bengkulu. Setelah menyatakan iya, perawat segera mengatur administrasi pemberangkatan ambulance hingga menentukan siapa perawat yang ikut mengantar ke bengkulu. Dokter anak itu lalu mengeluarkan uang dari dompet nya dan menganjurkan kepada perawat dan dokter yang ada untuk ikut menyumbang. Alhasil masing-masing dari kami ikut berpartisipasi untuk membantu keluarga pasien. Tak lama setelah itu dokter jaga bangsal pengganti saya datang. Teman saya menggantikan saya yang sudah bagging sejak 3 jam dari sore tadi. Mungkin saya meninggalkan ruang neonatus dengan hati sudah cukup tenang karena bayi kemabr itu akhirnya dirujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap fasilitasnya. Setelah pamit dengan dokter anak dan perawat neonatus, saya memutuskan untuk langsung pulang ke rumah.

Esoknya saya menceritakan kejadian semalam, khususnya masalah patungan uang untuk keluarga si pasien. Awalnya saya cukup terpesona dengan kejadian patungan itu. Jiwa sosial yang dimiliki dokter anak itu patut dipatungi jempol. Setelah mendengar cerita yang saya utarakan, teman saya memberikan komentar, kebetulan teman saya ini sedang mengambil S2 jurusan manajemen rumah sakit

" Sebenarnya dalam ilmu manajemen rumah sakit hal seperti itu tidak dibenarkan, tidak diperbolehkan tenaga  medis untuk memberi uang atau menggratiskan pengobatan untuk pasien, apalagi sampai membuka kotak amal seperti kejadian semalam" kata teman saya itu

" Lah kenapa bro? kan itu baik, dapat pahala lagi" tanya saya penasaran

" Rumah sakit itu bukan badan amal bro, okelah dari sisi kemanusiaan itu memang bagus, bagus banget malah. Tapi misalkan si keluarga pasien lalu cerita ke orang-orang yang di dusunnya kalo rumah sakit A, baik bener loh, saya kemaren di gratiskan berobat, padahal tidak punya kartu jamkesmas. Atau, dokter A baik banget, kemaren anak saya dirujuk segala pembiayaannya di biayai beliau lho...Nanti masyarakat yang tau bakal berbondong-bondong ke rumah sakit A untuk mengharapkan gratis bro, nanti bakalan kacau" jelas teman saya itu panjang lebar.

" Hmmm..benar juga ya..." jawab saya manggut-manggut

Percakapan itu cukup memberi pengetahuan baru bagi saya, terutama ilmu manajemen rumah sakit. Memang jika dilihat dari segi sosial, apa yang kami lakukan tadi malam, masalah patungan, memberi nilai lebih di mata Allah, saya yakin itu. Tapi jika dilihat dari segi ilmu manajemen rumah sakit, hal tersebut tidak dibenarkan, dikhawatirkan akan mengubah paradigma masyarakat jika rumah sakit mudah memberi penggratisan biaya bagi masyarakat tidak mampu.

 Yah, kami sudah benar, tapi memang tetap salah.....
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: KITA SUDAH BENAR, TAPI TETAP SALAH
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://doddyrizqi.blogspot.com/2012/12/kita-sudah-benar-tapi-tetap-salah.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Belajar SEO dan Blog support Online Shop Aksesoris Wanita - Original design by Bamz | Copyright of LONG LIFE LEARNING.