TYPHOID EVERYWHERE
Senin, 24 Desember 2012
2
komentar
TIPES, PENYAKIT IDOLAKU
Betapa kagetnya saya ketika visite bangsal paviliun melihat papan daftar pasien. Pada papan itu tertulis 6 pasien yang menghuni Anthurium, nama bangsal ini, 5 dari 6 pasien terdiagnosis sakit tipes. Satu pasien sisanya dengan hipertensi atau darah tinggi. Itu pun hasil pemeriksaan widalnya menunjukkan titer yang meningkat. Melihat statistik penyakit terbanyak setiap tahunnya, peringkat pertama ditempati oleh vulnus atau luka. Maklum, kota kepahiang adalah kota lintas sumatera, banyak kecelakaan yang terjadi, apalagi disini para pengendara motor jarang yang memakai helm. Peringkat kedua ditempati oleh penyakit ISPA, memang cukup banyak penderita ISPA di kota ini, hawa dingin ditambah perubahan iklim yang ekstrem cukup membuat warga kepahiang mengalami penurunan daya tahan tubuh. Turunnya daya tahan tubuh inilah yang menyebabkan virus influenza mudah menyerang. Nah peringkat ketiga adalah sakit tipus atau tipes. Siapa sih yang tidak kenal dengan penyakit ini? Bahkan buruh kebun kopi disini saja sudah bisa mendiagnosis dirinya tipus kalo dirinya menderita demam.
Pasien kini sudah PINTAR
Sering kali saya jumpai pasien-pasien yang sudah pintar. Saat dilakukan anamnesis (wawancara perjalanan penyakit), untuk memulai percakapan, biasanya saya bertanya "keluhannya apa bu / pak?" . "Ini dok, saya sakit tipes" Jawaban yang membuat saya melongo. Belum apa-apa pasien sudah menghakimi bahwa dirinya menderita tipes. Kalau ada pasien seperti ini saya biasanya mencoba berkelakar "Wah kok udah tau sakitnya bu / pak ? kalo gitu ngapain ke dokter ? udah bisa nulis resepnya sendiri kan ?" Si pasien selalu tertawa mendengar ucapan saya seperti itu. Mungkin malu.
Pasien dimanapun, saya rasa tidak hanya di kota kecil ini, sudah mengidentikan demam dengan penyakit tipes. Padahal untuk mendiagnosis penyakit akibat bakteri salmonella typhii ini tidak semudah membalikkan telapak kaki. Anamnesis yang akurat dan pemeriksaan fisik yang lengkap plus pemeriksaan laboratorium yang benar harus dilalui. Tidak sekedar demam lalu diberi antibiotik. Jika terus seperti ini akan muncul permasalahan medis berkelanjutan. Resistensi antibiotik misalnya.
Banyak pasien bolak-balik rumah sakit dengan alasan tipesnya kambuh. Parahnya dokter serta perawatnya percaya-percaya saja, malah melanjutkan terapi tipes. Keluhan lain seperti nyeri perut, mual muntah, bahkan mencret justru tidak digali. Dari satu gejala demam saja sudah bisa menghasilkan ratusan bahkan ribuan diagnosis banding (perkiraan penyakit). Apalagi sampai berulang keluar masuk rumah sakit. Pasti ada sesuatu yang lain. Ada jenis penyakit dengan gejala seperti itu yang cukup mengancam jiwa pasien, penyakit autoimmune misalnya. Kasihan pasiennya bila terdiagnosis tipes tetapi kenyataanya bukan sakit tipes. Pasien tidak akan mendapatkan pengobatan yang tepat.
Salah siapa?
Tidak ada api maka tidak akan ada asap. Pasien-pasien nan lugu itu tidak akan dengan mudahnya berkata "saya sakit tipes dok" jika tidak ada penyebab utamanya. Saya berpendapat, penyebab mewabahnya paradigma "demam = tipes" ini adalah kesalahan dari tim medis terutama dokter yang merawat. Para dokter terlalu mudah mendiagnosis pasien dengan tipes. Demam yang boleh dicurigai demam tipes ada ketentuannya. Jadi tidak sembarang demam. Demam minimal seminggu, lebih sering muncul malam hari, ditambah adanya gangguan pencernaan, baik itu mencret atau malah sembelit. Nah, biasanya demam 2-3 hari dengan lantangnya seorang dokter sudah berhasil mendiagnosis sakit tipes atau kalau dokternya ragu, akan bilang, GEJALA TIPES. Mujur, dengan terapi yang antibiotik yang diberikan, penyakit itu sembuh. Berarti benar tipes dong? belum tentu, bisa jadi radang tenggorokan atau penyakit demam karena infeksi virus, yang cukup dengan pengobatan suportif sudah pasti sembuh.
Perilaku mudahnya mendiagnosis tipes ini dibawa oleh para perawat, khususnya perawat yang membuka praktek pribadi (biasanya dikenal dengan sebutan mantri), dengan berbekal penurun panas dan antibiotik, penyakit tipes sudah menjadi terkenal. Pasien datang dengan demam, langsung dibilang tipes. Tanpa membuat akun twitter dan mencari follower, tipes sudah merajai top three infection disease disebuah kabupaten. Masyarakat awam pun semakin sering mendengar kata-kata tipes, bisa dari percakapan sehari-hari seperti di bawah ini, wajar jika penyakit ini tertanam di sanubari mereka.
"aduh aku dibilang sakit tipes sama dokternya, harus izin seminggu nih"
"Eh si Agus kemaren habis kecelakaan, ternyata kata dokternya dia ada tipesnya lho!"
"Eh kamu demam ya? pasti tipes mu kumat ya?"
"Bu guru, penyakit tipes itu disebabkan oleh tikus ya??" "itu mah sakit pes nak.."
Begitu lah proses wabah tipes melanda masyarakat kita. Pesan saya sebagai dokter, anda jangan mudah percaya dibilang sakit tipes. Seorang pasien harus kritis, apalagi di era informasi seperti ini. Pelajari dulu karakteristik penyakit tipes. Mintalah penjelasan pada dokter anda atau mantri mengenai penyakit anda. Kalau perlu anda bisa pergi ke dokter lain sebagai second opinion. Jangan juga terlalu percaya dengan hasil pemeriksaan widal, seringkali widal sudah tidak sensitif untuk mendiagnosis penyakit tipes.
Untuk mudahnya, penampakan tipes itu: demam cenderung malam hari minimal seminggu, lidah kotor, gangguan pencernaan (bisa mencret atau malah konstipasi), dan mual muntah. Kalau tidak ada gejala di atas,, jangan mudah percaya dibilang sakit tipes
So, jadilah pasien yang cerdas. :)
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: TYPHOID EVERYWHERE
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://doddyrizqi.blogspot.com/2012/12/typhoid-everywhere.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
2 komentar:
Assalamualaikum..salam kenal dok
Betul banget setiap pasien panas 2-3 hari, mual, batuk pilek, lidah kotor (katanya)
langsung tifoid (padahal juga lab widalnya thypi O dan parathypi BO titernya 1/160
yg lain negatif) tapi tetap saja diberi antibiotik ciprofloksasin atau thiamphenikol
itupun hanya untuk 3-4 hari...
padahal mungkin penyebab penyakitnya hy virus....
Tapi pasien tidak puas kalau tidak diberi AB...gk sembuh..katanya...
salah kaprah...
obat kaki bengkak
cara menghilangkan benjolan di ketiak
cara mengobati nyeri dada sebelah kiri
cara mengobati gudik
obat jamur kuku
obat gbs
obat tipes
Posting Komentar